Rabu, 28 Desember 2016

Konsep Jihad


Konsep  Jihad  dalam Islam
Makna Jihad Menurut Bahasa:
              Kata jihad di dalam bahasa arab, adalah mashdar dari kata:
جاهدت العدو مجاهدة وجهادا Yang merupakan turunan dari kata الجهد yang berarti: kesulitan atau kelelahan karena melakukan perlawanan yang optimal terhadap musuh .
Makna Jihad Menurut Istilah:
              Dalam terminologi syar`i kata jihad mempunyai beberapa makna:
Suatu usaha optimal untuk memerangi orang-orang kafir. Para fuqaha mengungkapkannya dengan defenisi yang lebih rinci, yaitu: suatu usaha seorang muslim memerangi orang kafir yang tidak terikat suatu perjanjian setelah mendakwahinya untuk memeluk agama Islam, tetapi orang tersebut menolaknya, demi menegakkan kalimat Allah .
Ini makna umum dari kata jihad dalam terminologi syar`i. Bila kata jihad dimaksudkan untuk makna selain dari makna diatas biasanya diiringi dengan sebuah kata lain sehingga konteks dari kalimat tersebut mengindikasikan makna yang dituju dari kata jihad tersebut, ini berarti setiap kita menemukan kata jihad dalam Al-Qur`an dan sunnah konotasinya adalah memerangi orang kafir dengan senjata.
              Usaha optimal untuk mengendalikan hawa nafsu dalam rangka mentaati Allah atau lebih dikenal dengan (mujahadatun nafsi), seperti makna kata jihad dalam sabda Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam

المجاهد من جاهد نفسه في طاعة الله
Seorang mujahid adalah orang yang mengendalikan hawa nafsunya untuk mentaati Allah
Selain dua makna diatas adalah seperti makna kata jihad dalam sabda Nabi shallallahu `alaihi wa sallam, ketika seorang pemuda meminta izin beliau untuk berjihad dan beliau menanyakan, "Apakah kedua orang tuamu masih hidup?", ia menjawab," Ya", beliau bersabda," ففيهما فجاهد optimalkanlah baktimu terhadap mereka. H.R.Bukhari.
Fase-fase disyariatkannya Jihad
Jihad salah satu diantara ibadah yang dalam proses tasyri`nya mengikuti sunnah tadarruj (bertahap), yang dapat kita bagi menjadi 4 fase:
a)      Periode Mekah. Dalam periode ini jihad dengan mengangkat senjata tidak disyari`atkan, yang diperintahkan pada periode ini adalah jihad dengan menggunakan hujjah dan argumen yang bersumber dari Al qur`an dalam menyampaikan risalah Islam kepada manusia pada umumnya dan khususnya masyarakat Quraisy, Allah berfirman, (Q.S. Al Furqan: 51-52)
Ibnu qayyim berkata, "Allah telah memerintahkan berjihad sejak periode Mekah dengan firman-Nya (Q.S. Al Furqan: 52) yang tentunya surat Makkiyah, menghadapi orang-orang kafir dengan Hujjah, penjelasan dan menyampaikan Al qur’an.
Bahkan ketika beberapa orang sahabat yang dipimpin oleh Abdurrahman bin `Auf datang kepada Nabi mengeluhkan keadaan mereka sambil berkata,"Kami dahulu berada dalam kemuliaan disaat kami masih musyrik, apakah kami menjadi hina setelah kami beriman?!", Nabi menjawab,
Aku diperintahkan untuk mema`afkan, maka janganlah kalian mengangkat senjata!
Juga setelah selesai pembai`atan `Aqabah yang ke dua sebagian para peserta yang datang dari Yastrib meminta izin dari Nabi untuk menyerang penduduk `Aqabah dengan pedang, beliau menjawab, "إني لم أؤمر بهذا ,aku tidak diperintahkan untuk melakukan hal ini”
Dalam (Q.S. An Nisaa` :77) Allah mempertegas larangan mengangkat senjata di periode Mekah, firman-Nya: 
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka, "tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat!
Nushus diatas sangat jelas bahwa selama periode Mekah jihad mengangkat senjata dilarang (hal ini telah menjadi kesepakatan para ulama yang dinukil oleh Qurthubi 2/347). Yang ada hanya jihadun nafsi menanamkan aqidah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, sabar dan istiqamah menghadapi segala bentuk penindasan dari kaum kafir serta yakin dengan janji Allah dan Rasul-Nya.
Tidak-disyaria`tkannya jihad mengangkat senjata dalam periode ini -yang dalam pandangan kasat mata kebanyakan manusia juga termasuk sebagian sahabat hal itu telah patut karena penindasan kaum Quraisy sampai pada titik diluar batas kewajaran- tentulah mempunyai hikmah yang sangat dalam untuk keberlangsungan dakwah islamiyah keseluruh penjuru bumi.
b)      Fase dibolehkan Jihad Qital dan belum difardhukan.
Setelah Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dan para sahabatnya hijrah ke Madinah, menetap di sana membangun sebuah negeri Islam yang berdaulat dan memiliki kekuatan, persiapan dan peralatan yang dirasa cukup untuk menghadapi setiap gangguan, yang dilain pihak kaum kafir Quraisy selalu melancarkan berbagai bentuk tekanan, maka Allah membolehkan (bukan difardhukan) kaum muslim mengangkat senjata, membela dan mempertahankan jiwa dan dakwah Islam dari segala bentuk penindasan, dengan firman-Nya: (Q.S. Al Hajj: 39)
Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah Maha Kuasa menolong mereka.
c)      Fase difardhukan jihad qital atas kaum muslim terhadap orang yang memulai memerangi mereka .
Fase ini juga bisa dinamakan dengan jihad difa` (berperang karena membela diri), yakni kaum muslim diwajibkan mengangkat senjata memasuki medan pertempuran melawan setiap kekuatan yang memulai menabuh genderang perang terhadap mereka, Allah berfirman, (Q.S. Al Baqarah: 190-191) Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas Maka jika mereka memerangi kamu, maka bunuhlah mereka! Demikianlah balasan bagi orang-orang yang kafir

Pada periode ini sekalipun kaum muslim telah mempunyai kekuatan tetapi belum sanggup memulai pertempuran menghadapi seluruh kekuatan kafir dan musyrikin, maka dengan hikmah Allah, Dia tidak mewajibkan kepada hambanya untuk melakukan penyerangan karena mereka belum mampu melaksanakannya.
d)     Fase difardhukan jihad qital terhadap setiap kekuatan kufur apapun agama dan ras mereka, sekalipun mereka tidak memulai berperang hingga mereka masuk Islam atau membayar jizyah.
Setelah kekuatan kufur di kota Mekah runtuh di tangan 10.000 orang sahabat yang dipimpin langsung oleh Nabi shallallahu `alaihi wa sallam, dengan ini berarti berakhirlah permusuhan kaum Quraisy terhadap kaum muslimin dan manusia berbondong-bondong memeluk agama Allah sehingga dakwah islam menjadi memiliki banyak pasukan dan peralatan serta kekuatan, maka pada tahun ke-9 H Allah mewajibkan kaum muslim memerangi setiap bentuk kekufuran dengan firman-Nya, (Q.S. At Taubah: 5 dan 36) Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka. Dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka memerangi kamu semuanya
Dan nabi shallallahu `alaihi wa sallam bersabda,
أمرت أن أقاتل الناس حتى يشهدوا أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله
Aku diperintahkan memerangi seluruh manusia hingga mereka bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak diibadati selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah (HR.Muslim).
Demikianlah jihad thalab (jihad memerangi setiap aral yang merintangi arus dakwah islam) akhirnya difardhukan dan setelah Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam wafat kewajiban ini tidak berubah. Kemudian kewajiban jihad thalab ini diteruskan oleh para khulafaur rasyidin dan para khalifah serta para penguasa setelah mereka. Hingga akhirnya khilafah Utsmaniyah runtuh kurang dari satu abad yang lalu dan kewajiban inipun terhenti sementara sampai kaum muslim memiliki kembali kekuatan untuk menumpas segala bentuk kesyirikan dan kekufuran.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar