Pengertian
Ghibah
Islam
merupakan agama sempurna yang Allah Subhanahu
wa Ta’ala anugerahkan kepada umat Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam.
Kesempurnaan Islam ini menunjukkan bahwa syariat yang dibawa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam
itu adalah rahmatal lil’alamin. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
mengkhabarkan di dalam firman-Nya (artinya): “Tidaklah Aku mengutusmu melainkan
sebagai rahmatal lil’alamin.” (Al Anbiya’: 107)
Diantara
wujud kesempurnaan agama Islam sebagai rahmatal lil’alamin, adalah Islam
benar-benar agama yang dapat menjaga, memelihara dan menjunjung tinggi
kehormatan, harga diri, harkat dan martabat manusia secara adil dan sempurna.
Kehormatan dan harga diri merupakan perkara yang prinsipil bagi setiap manusia.
Setiap orang pasti berusaha untuk menjaga dan mengangkat harkat dan
martabatnya. Ia tidak rela untuk disingkap aib-aibnya atau pun dibeberkan
kejelekannya. Karena hal ini dapat menjatuhkan dan merusak harkat dan
martabatnya di hadapan orang lain. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Setiap muslim terhadap muslim lainnya diharamkan darahnya, kehormatannya, dan
juga hartanya.” (H.R Muslim no. 2564)
Hadits
di atas menjelaskan tentang eratnya hubungan persaudaraan dan kasih sayang
sesama muslim. Bahwa setiap muslim diharamkan menumpahkan darah (membunuh) dan
merampas harta saudaranya seiman. Demikian pula setiap muslim diharamkan
melakukan perbuatan yang dapat menjatuhkan, meremehkan, atau pun merusak
kehormatan saudaranya seiman. Karena tidak ada seorang pun yang sempurna dan
ma’shum (terjaga dari kesalahan) kecuali para Nabi dan Rasul. Sebaliknya selain
para Nabi dan Rasul termasuk kita tidak lepas dari kekurangan dan kelemahan. Suatu
fenomena yang lumrah terjadi di masyarakat kita dan cenderung disepelekan,
padahal akibatnya cukup besar dan membahayakan, yaitu
ghibah (menggunjing). Karena dengan perbuatan ini
akan tersingkap dan tersebar aib seseorang, yang akan menjatuhkan dan merusak
harkat dan martabatnya.
Tahukah anda apa itu ghibah? Sesungguhnya kata ini
tidak asing lagi bagi kita. Ghibah ini erat
kaitannya dengan perbuatan lisan, sehingga sering terjadi dan terkadang di luar
kesadaran.
Ghibah adalah menyebutkan,
membuka, dan membongkar aib saudaranya dengan maksud jelek. Al Imam Muslim
meriwayatkan dalam kitab Shahihnya dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam bersabda: “Apakah kalian mengetahui apa itu ghibah? Para shahabat berkata: “Allah dan Rasul-Nya yang
lebih tahu.” Kemudian beliau Shallallahu’alaihi
wasallam bersabda: “Engkau menyebutkan sesuatu yang ada pada
saudaramu yang dia membecinya, jika yang engkau sebutkan tadi benar-benar ada
pada saudaramu sungguh engkau telah berbuat ghibah,
sedangkan jika itu tidak benar maka engkau telah membuat kedustaan atasnya.”
Di dalam Al Qur’anul Karim Allah Subhanahu wa Ta’ala
sangat mencela perbuatan ghibah, sebagaimana
firman-Nya (artinya): “Dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain
dan janganlah sebagian kalian menggunjing (ghibah)
kepada sebagian yang lainnya. Apakah kalian suka salah seorang diantara kalian
memakan daging saudaramu yang sudah mati? Maka tentulah kalian membencinya. Dan
bertaqwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat dan
Maha Pengasih.” (Al Hujurat: 12)
Al Imam Ibnu Katsir Asy Syafi’i berkata dalam
tafsirnya: “Sungguh telah disebutkan (dalam beberapa hadits) tentang ghibah dalam konteks celaan yang menghinakan. Oleh karena
itu Allah Subhanahu wa Ta’ala
menyerupakan orang yang berbuat ghibah seperti orang
yang memakan bangkai saudaranya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala … (pada ayat di
atas). Tentunya itu perkara yang kalian benci dalam tabi’at, demikian pula hal
itu dibenci dalam syari’at. Sesungguhnya ancamannya lebih dahsyat dari
permisalan itu, karena ayat ini sebagai peringatan agar menjauh/lari (dari
perbuatan yang kotor ini -pent). ” (Lihat Mishbahul Munir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar