Rabu, 28 Desember 2016

Definisi Pluralisme Agama Menurut Para Ahli

DEFINISI PLURALISME AGAMA

Definisi pluralisme agama menurut beberapa ahli yaitu sebagai berikut :
1. Diana L. Eck (1999)
pluralisme itu bukanlah sebuah paham bahwa agama itu semua sama. Menurutnya bahwa agama-agama itu tetap berbeda pada dataran simbol, namun pada dataran substansi memang stara. Jadi yang membedakan agama-agama hanyalah (jalan) atau syariat. Sedangkan secara substansial semuanya setara untuk menuju pada kebenaran yang transendental itu.
2. Hick
berpendapat bahwa pluralisme agama merupakan sebuah gagasan yang mengajarkan bahwa Tuhan sebagai pusat, dikelilingi oleh sejumlah agama. Setiap kelompok mendekati Tuhan dengan cara masing-masing. Konsepsi nasr tentang islam pluralis, juga didasarkan pada pemahaman bahwa pada dasarnya setiap agama terstrukturisasi dari dua hal, yakni perumusan iman dan pengalaman iman.
Definisi pluralisme agama menurut para pemikir muslim yaitu sebagai berikut :
1. M. Rasjidi
mendifinisikan pluralisme agama sebatas sebagai realitas sosiologis,bahwa pada kenyataanya masyarakat memang plural. Namun demikian pengakuan terhadap realitas kemajemukan ini tidak berarti memberikan pengakuan terhadap kebenaran teologis agama-agama lain.
2. Mukti Ali dan Alwi Shihab
berpendapat pluralisme agama tidak sekedar memberikan pengakuan terhadap eksistensi agama-agama lain, namun sebagai dasar membangun sikap menghargai dan membangun keharmonisan antar umat beragama. Dalam konteks ini, kedua pemikir tersebut berada pada wilayah agree in disagreement (setuju dalam perbedaan). Dengan demikian mereka meyakini kebenaran agamanya sendiri, namun mempersilahkan orang lain juga meyakini kebenaran agama yang dianutnya.

3. Nurcholis Madjid
mengemukakan definisi pluralisme agama adalah bahwa semua agama adalah jalan kebenaran menuju Tuhan. Dalam konteks ini, Madjid menyatakan bahwa keragaman agama tidak hanya sekedar realitas sosial, tetapi keragaman agama justru menunjukan bahwa kebenaran memang beragam. Pluralisme agama tidak hanya dipandang sebagai fakta sosial yang fragmentatif, tetapi harus diyakini bahwa begitulah faktanya mengenai kebenaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar