Interaksi Dengan Al Qur’an
Sebagai seorang Muslim kita berkewajiban untuk berlaku
baik dan benar terhadap Al Qur’an dalam memahami dan menafsirkannya. Tidak ada yang lebih baik dari
usaha kita untuk mengetahui kehendak Allah SWT terhadap kita. Dan Allah SWT
menurunkan kitab-Nya agar kita mentadabburinya, memahami rahasia-rahasianya,
serta mengeksplorasi mutiara-mutiara terpendamnya. Dan setiap orang berusaha
sesuai dengan kadar kemampuannya. Namun yang disayangkan, dalam bidang ini
telah terjadi kerancuan yang berbahaya, yaitu dalam memahami dan menafsirkan Al
Qur'an. Oleh karena itu harus dibuat rambu-rambu dan petunjuk yang mampu
menjaga dari kekeliruan dalam usaha ini, serta perlu diberikan peringatan
tentang ranjau-ranjau yang menghadang di jalan, yang dapat berakibat patal jika
dilanggar.
Tidak
selayaknya umat Al Qur'an mengalami hal yang sama yang pernah terjadi dengan
umat Taurat, yang diungkapkan oleh Al Qur'an dalam firman-Nya: "Perumpamaan
orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat kemudian mereka tiada memikulnya
adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal." (Al Jumu'ah:
5). Kita juga harus berlaku baik terhadap Al Qur'an dengan mengikuti
petunjuknya, mengerjakan ajarannya, menghukum dengan syari'atnya serta mengajak
manusia mengikuti petunjuknya. Ia adalah manhaj bagi kehidupan individu,
undang-undang bagi aturan politik, serta petunjuk dalam berdakwah kepada Allah
SWT.
Inilah
yang berusaha dilakukan buku ini dalam empat bab utamanya, dengan bertumpu
--terutama-- pada Al Qur'an itu sendiri, karena ia adalah objek kita, namun ia
juga petunjuk itu. Umat kita pada abad-abad pertama --yang merupakan abad-abad
yang paling utama-- telah berinteraksi dengan baik terhadap Al Qur'an. Mereka
berlaku baik dalam memahaminya, mengetahui tujuan-tujuannya, berlaku baik dalam
mengimplementasikannya secara massive dalam kehidupan mereka, dalam
bidang-bidang kehidupan yang beragam, serta berlaku baik pula dalam
mendakwahkannya. Contoh terbaik hal itu adalah para sahabat. Kehidupan mereka telah
diubah oleh Al Quran dengan amat drastis dan revolusioner. Al Qur'an telah
merubah mereka dari perilaku-perilaku jahiliyah menuju kesucian Islam, dan
mengeluarkan mereka dari kegelapan ke dalam cahaya. Kemudian mereka diikuti
oleh murid-murid mereka dengan baik, untuk selanjutnya murid-murid generasi
berikutnya mengikuti murid-murid para sahabat itu dengan baik pula. Melalui
mereka itulah Allah SWT memberikan petunjuk kepada manusia, membebaskan
negeri-negeri, memberikan kedudukan bagi mereka di atas bumi, sehingga mereka
kemudian mendirikan negara yang adil dan baik, serta peradaban ilmu dan iman.
Kemudian
datang generasi-generasi berikutnya, yang menjadikan Al Qur'an terlupakan,
mereka menghapal hurup-hurupnya, namun tidak memperhatikan ajaran-ajarannya.
Mereka tidak mampu berinteraksi secara benar dengannya, tidak memprioritaskan
apa yang menjadi prioritas Al Qur'an, tidak menganggap besar apa yang dinilai
besar oleh Al Qur'an serta tidak menganggap kecil apa yang dinilai kecil oleh
Al Qur'an. Di antara merek ada yang beriman dengan sebagiannya, namun kafir
dengan sebagiannya lagi, seperti yang dilakukan oleh Bani Israel sebelum mereka
terhadap kitab suci mereka. Mereka tidak mampu berinteraksi secara baik dengan
Al Qur'an, seperti yang dikehendaki oleh Allah SWT. Meskipun mereka mengambil
berkah dengan membawanya serta menghias dinding-dinding rumah mereka dengan
ayat-ayat Al Qur'an, namun mereka lupa bahwa keberkahan itu terdapat dalam
mengikut dan menjalankan hukum-hukumnya. Seperti difirmankan oleh Allah SWT: "Dan
Al Qur'an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia
dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat." (Al An'aam: 155)
Tidak
ada jalan untuk membangkitkan umat dari kelemahan, ketertinggalan dan
keterpecah-belahan mereka selain dari kembali kepada Al Qur'an ini. Dengan
menjadikannya sebagai panutan dan imam yang diikuti. Dan cukuplah Al Qur'an
sebagai petunjuk: "Dan siapakah yang lebih benar perkataannya daripada
Allah?." (An Nisaa: 122)
Ia rela berjaga
demi tidurnya orang lain. Ia rela bersusah payah demi istirahatnya orang lain.
Ia pun rela ditembus peluru dadanya demi selamatnya orang lain. Islam
menginginkan dengan sangat agar cinta dan persaudaraan antara sesama manusia
bisa merata di semua bangsa, antara sebagian dengan sebagian yang lain. Islam
tidak bisa dipecah-belah dengan perbedaan unsure, warna kulit, bahasa, iklim,
dan atau batas negara, sehingga tidak ada kesempatan untuk bertikai atau saling
dengki, meskipun berbeda-beda dalam harta dan kedudukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar