Pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk menyiapkan dan
merancang otak peserta didik agar berperan aktif dan positif dalam hidupnya
sekarang dan yang akan datang.
Dalam
konteks globalisasi, pendidikan di Indonesia perlu membiasakan anak-anak untuk
memahami eksistensi bangsa dalam kaitan dengan eksistensi bangsa-bangsa lain
dan segala persoalan dunia.
Pendidikan
dimaksudkan sebagai mempersiapkan anak-anak bangsa untuk menghadapi masa depan
dan menjadikan bangsa ini bermartabat di antara bangsa-bangsa lain di dunia.
Masa depan yang selalu berkembang menuntut pendidikan untuk selalu menyesuaikan
diri dan menjadi lokomotif dari proses demokratisasi dan pembangunan bangsa.
Pendidikan berperan aktif membentuk masa depan bangsa. Akan tetapi, pendidikan
yang masih menjadi budak sistem politik masa kini telah kehilangan jiwa dan
kekuatan untuk memastikan kendalinya sudah benar dan berjalan sesuai jalur
pendidikan yang seharusnya.
Sebagai
suatu entitas yang terkait dalam budaya dan peradaban manusia, pendidikan di
berbagai belahan dunia mengalami perubahan sangat mendasar dalam era
globalisasi. Ada banyak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bisa
dinikmati umat manusia. Namun sebaliknya,kemajuan tersebut juga beriringan
dengan kesengsaraan banyak anak manusia, apalagi dalam era globalisasi sekarang
ini.
Masyarakat
modern tidak hanya membutuhkan pendidikan sains dan teknologi, tetapi juga
harus diimbangi dengan pendidikan keimanan, ibadah dan akhlak karena semakin
intensnya terjadi kemerosotan akhlak di kalangan anak-anak mereka karena
terpengaruh oleh arus era globalisasi.
Dengan
terus berjalannya waktu, Negara kita mengikuti arus perkembangan zaman dan
globalisasi. Terkadang globalisasi memberikan efek manja dan serba enak pada
tiap orang, akan tetapi keenakan tersebut seperti berbayar. Seperti yang kita
rasakan saat ini globalisasi memberikan dampak negative nya pada dunia. Globalisasi
dapat menjadi ancaman sekaligus menjadi tantangan pula bagi bangsa.
Istilah
“globalisasi”yang sangat
populer ini, dapat pula berarti ideology, alat , oleh karena itu merupakan
wujud keberhasilan ilmu teknologi, terutama sekali dibidang komunikasi. Ketika
globalisasi berarti alat, maka globalisasi sangatlah netral. Artinya, ia
berarti dan sekaligus mengandung hal-hal yang positif, ketika dimanfaatkan
untuk tujuan yang baik. Sebaliknya, globalisasi akan dapat berakibat negative
jika digunakan untuk tujuan yang tidak baik. Dengan demikian globalisasi akan
bergantung kepada siapa saja yang menggunakannya dan untuk keperluan apa serta
tujuan kemana ia dipergunakan.
Ketika
globalisasi sebagai ideology, sudah mempunyai arti sendiri dan netralitasnya
sangat berkurang. Oleh karena itu, tidak aneh kalau kemudian tidak sedikit akan
terjadi benturan nilai, antara nilai yang dianggap sebagai ideology globalisasi
dan nilai agama, termasuk agama Islam. Ketika bermakna ideology itulah,
globalisasi atau juga pergaulan hidup global baru ada respon dari agama-agama,
termasuk Islam. Baik sebagai alat maupun sebagai ideology.
Menurut Syamsul, salah satu senior lecturer di Monash University dulu, ada dua hal yang
menjadi tantangan terbesar bagi dunia pendidikan di Indonesia menghadapi era
globalisasi dunia sekarang. Yang pertama, adalah Teknologi. Minimnya pengetahuan teknologi
sangat mempengaruhi kemampuan para edukator. Kedua, masuknya sekolah plus dengan overseas syllabus. Tantangan ini bisa
berdampak positif dan berdampak negatif, tergantung dari perspektif mana kita
melihatnya.
Globalisasi
sebagai ancaman ketika sudah bermunculan gaya pergaulan dikalangan anak muda.
Seperti, kelompok ABG gedongan, kelompok eksekutif, kelompok anak muda sukses,
kelompok anak orang kaya, dan masih banyak contoh kelompok yang dibangun atas
dasar gengsi. Yang semuanya itu tidak lepas dari gaya hidup global.
Dalam
pendefinisian itu, disana banyak ancaman budaya berupa kebebasan yang datang
dari dunia sekuler yang umumnya Barat. Dan ketika kebebasan ini berlebihan,
maka nilai-nilai dan norma budaya lokal dan nasional, terlebih lagi nilai
agama. Akan terasa terancam olehnya. Tentu saja kebebasan disini tidak dalam
pengertian yang positif seperti kebebasan menyampaikan pendapat kritik sosial
dan semacamnya. Namun, ia adalah kebebasan yang menjurus pada kepuasan
lahiriah (pleasure), egoisme, dan hedonisme. Akibat negative dari
kebebasan penyalahgunaan narkoba, kebebasan seks, kebebasan makan dan minum
barang haram, dan sejenisnya. Yang demikian itu akan mengancam pada
masyarakat yang terlalu mudah hanyut untuk berimitasi globalisasi atau akan
menjadi lingkaran setan bagi mereka.
Globalisasi sebagai tantangan ialah ketika
globalisasi itu memberi pengaruh hal-hal, nilai dan praktek, yang positif, maka
seharusnya menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia untuk mampu menyerapnya,
terutama sekali hal-hal yang tidak mengalai benturan dengan budaya lokal maupun
nasional, terutama sekali nilai agama. Dengan kata lain, bagaimana agar
nilai-nilai positif yang ada di Barat atau bahkan di belahan Negara lain, dapat
masuk ke bangsa kita dan dapat pula dipraktekan di tengah-tengah masyarakat
kita, seperti budaya disiplin, kebersihan, tanggungjawab, egalitarisme,
kompetisi, kerja keras, penghargaan untuk orang lain, dan sejenisnya. Disinilah
seharusnya agama mampu menyaring, yang baik dapat diikuti dan yang jelek harus
dihindari.
Lebih
dari itu, bagaimana kita mampu memberi pendidikan kepada anak-anak kita dan
bangsa kita agar ketika mereka mengetahui nilai yang negative, mereka akan
menghindarinya, bukan malah menirunya. Dan sebaliknya, ketika anak-anak
mengetahui nilai –nilai yang positif dan memberikan manfaat untuk bangsanya,
mereka akan senantiasa menirunya dan akan mengadopsinya, bukan malah
menghindarinya. Ini berarti berkaitan dengn banyak aspek, termasuk pendidikan,
kemauan politik, praktek hukum dan tidak ketinggalan adalah contoh dari
pimpinan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar